Terdengar
motor parkir di depan rumah.
Aku tak
menghiraukan, karena biasanya juga bakalan dipanggil. Paling ada yang beli.
Tapi langkah kakinya seperi terburu-buru.
“Assalamu ‘alaikum,
Dek IIS!” Ibuk Titi sembari mengambil dedek Tsaqif yang sedang ada di
gendonganku.
“Iya, Ibuk.
Kenapa?” kulepas gendongan dan menyerahkan dedek Tsaqif ke pelukan Ibuk Titi.
“Mamah mana?
Katanya jatuh?” sambil mencari Mamah di seluruh ruangan rumah.
“Jatuh dimana?
Mamah lagi bakar sampah di belakang rumah kok, Buk. Coba lihat saja ke belakang
rumah.”
Buk Titi tak
menghiraukan jawabanku.
Aku pun mulai
kebingungan ketika warga berkerumun ke rumah menghampiriku. Ada yang mencoba
menenangkanku ada juga yang berusaha menimang dedek Tsaqif.
“Dek Iis gak
usah pikiran, Mamah ada yang ngurus. Sebentar lagi juga sampai rumah.”
Tak lama
kemudian Mamah masuk rumah tapi langsung menuju kamar. Jalannya pun cepat. Aku
membuntutinya. Aku harus tanya apa yang terjadi. Kulihat Mamah. Sedikit shock
ketika melihat Mata Mamah bengkak dan baju yang dipakainya berlumur darah
dibagian bahu kanan.
“Mamah
kenapa?”
Mamah berusaha
untuk membuatku tak pikiran.
“Mamah gapapa,
Mamah kepleset di belakang tadi,” sambil ganti baju.
“Terus kenapa
pipi Mamah diperban?”
“Ahhhh,
gapapa, cuma sobek sedikit tadi, diperban, biar darahnya gak banyak.”
“Terus kenapa
Mamah ganti baju? Mamah mau kemana?”
Belum sempat
Mamah menjawab pertanyaanku, Kakak Menghampiri.
“Mamah sudah
selesai? Kita segera berangkat ke rumah sakit.”
Dan aku pun
mulai bingung, “Kenapa harus dibawa ke rumah sakit jika hanya sobek sedikit?”
“Mamah harus
menjalani penanganan serius di rumah sakit. Kamu di rumah saja. Nanti ada yang
nemeni. Tenang saja. Gak usah pikiran.”
Mamah berjalan
keluar begitu saja, dan aku pun lemas.
Ceritalah Buk
Titi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar