Jumat, 07 Agustus 2020

Mbreguduk

 

Terdengar motor parkir di depan rumah.

Aku tak menghiraukan, karena biasanya juga bakalan dipanggil. Paling ada yang beli. Tapi langkah kakinya seperi terburu-buru.

“Assalamu ‘alaikum, Dek IIS!” Ibuk Titi sembari mengambil dedek Tsaqif yang sedang ada di gendonganku.

“Iya, Ibuk. Kenapa?” kulepas gendongan dan menyerahkan dedek Tsaqif ke pelukan Ibuk Titi.

“Mamah mana? Katanya jatuh?” sambil mencari Mamah di seluruh ruangan rumah.

“Jatuh dimana? Mamah lagi bakar sampah di belakang rumah kok, Buk. Coba lihat saja ke belakang rumah.”

Buk Titi tak menghiraukan jawabanku.

Aku pun mulai kebingungan ketika warga berkerumun ke rumah menghampiriku. Ada yang mencoba menenangkanku ada juga yang berusaha menimang dedek Tsaqif.

“Dek Iis gak usah pikiran, Mamah ada yang ngurus. Sebentar lagi juga sampai rumah.”

Tak lama kemudian Mamah masuk rumah tapi langsung menuju kamar. Jalannya pun cepat. Aku membuntutinya. Aku harus tanya apa yang terjadi. Kulihat Mamah. Sedikit shock ketika melihat Mata Mamah bengkak dan baju yang dipakainya berlumur darah dibagian bahu kanan.

“Mamah kenapa?”

Mamah berusaha untuk membuatku tak pikiran.

“Mamah gapapa, Mamah kepleset di belakang tadi,” sambil ganti baju.

“Terus kenapa pipi Mamah diperban?”

“Ahhhh, gapapa, cuma sobek sedikit tadi, diperban, biar darahnya gak banyak.”

“Terus kenapa Mamah ganti baju? Mamah mau kemana?”

Belum sempat Mamah menjawab pertanyaanku, Kakak Menghampiri.

“Mamah sudah selesai? Kita segera berangkat ke rumah sakit.”

Dan aku pun mulai bingung, “Kenapa harus dibawa ke rumah sakit jika hanya sobek sedikit?”

“Mamah harus menjalani penanganan serius di rumah sakit. Kamu di rumah saja. Nanti ada yang nemeni. Tenang saja. Gak usah pikiran.”

Mamah berjalan keluar begitu saja, dan aku pun lemas.

Ceritalah Buk Titi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar