Jumat, 07 Agustus 2020

Terserah

 

TERSERAH

Oleh: Isnainy Muji S.

 

Sudah tidak ada lagi yang mempercayaiku. Kenapa baru sekarang aku dicari? Tidak ada di saat aku butuh. Tidak ada di saat aku ingin cerita. Kenapa baru sekarang? Kenapa? Menyalahkanku? Kalaupun aku ngomong, omonganku gak dipercaya. Aku hilang? Dianggap kabur. Tidakkah kalian sadar omongan kalian: menyakitiku.

Pagi ini aku tidak ikut kegiatan. Kalian pasti menganggapku bolos. Mungkin ini kesempatanku untuk tidur. Karena semalaman aku memang belum tidur. Ada beban yang harus aku pikirkan, dan tidak serta merta aku ceritakan.

Di sekolah pasti sedang ramai membicarakanku. Di sekolah pasti sedang membicarakan kepulanganku karena aku tidak ada di sekolah dan di asrama akhir-akhir ini. Selama ini juga tidak ada yang peduli denganku. Tidak ada yang peduli dengan keberadaanku.

Ketika aku sedang berada di kamar, datang perempuan menghampiriku. Oh ya, aku sekolah di tempat berasrama. Jadi posisi saat ini aku ada di asrama karena tidak diizinkan ikut kegiatan.

“Kenapa tidak berangkat kegiatan?” tanyanya

“Untuk apa berangkat, Buk. Saya gak dibolehin ikut praktik jika tidak dapat tanda tangan orang tua. Saya tidak mungkin pulang ke rumah, Buk. Rumah saya jauh dari sini.”

“Terus kemana selama tiga hari ini?”

“Tiga hari, siapa yang bilang, Buk? Mana sampai tiga hari, ya kalau di hitung tiga ya bearti dengan hari ini. Saya gak hilang, Buk. Saya ada. Hari ini ya karena saya gak diizinkan praktik.”

“Terus gimana yang sebenarnya?”

“Saya gak ada di asrama itu baru kemarin malam sama tadi malam. Saya tadi malam sudah di asrama kok, Buk.”

“Kenapa gak tidur di asrama?”

“Bosan, Buk.”

Tiba-tiba datang pihak asrama. Beliau menegaskan.

“Sudah, Buk. Gak usah ditungguin. Biar saja. Biarkan pulang, nanti saya siapkan travelnya. Udah Ibuk kembali saja ke sekolah. Tinggalin saja. Sudah gedhe juga kok. Kasur hilang juga kan kemarin tuh. Udah biarin saja.”

Kita terdiam. Beliau pun pergi meninggalkan kami berdua lagi. Dalam hati aku ingin bantah. Aku gak melakukan itu semua. Aku gak melakukan itu. Haruskah aku teriak bahwa aku tidak melakukan itu!

“Benar kamu melakukan itu semua?”

“Bukan, Buk. Itu abangnya. Bawa kasur satu”

“Kamu melihatnya sendiri?”

“Iya.”

“Lalu kenapa ketika ada yang menuduhmu, kamu tidak bantah bahwa kamu tidak melakukannya!”

“Untuk apa, Buk. Mereka bisanya hanya menyalahkan. Gak lihat sendiri, udah ngomong kemana-mana.”

“Kalau memang itu gak kamu lakukan, ya bicara dong apa adanya. Kalau kamu gak bicara, orang gak akan tahu yang sebenarnya.”

“Biarin ajah, Buk. Lagian hilangnya kasur itu setelah saya pergi.”

“Memangnya kamu pergi kemana?”

“Ke tempat teman. Di asrama bosan.”

“Kalau kamu sekarang dipulangkan, kamu siap?”

“Siap saja, Buk. Tapi saya gak pulang ke rumah.”

“Terus mau kemana?”

“Ya kemana saja, yang penting tidak pulang ke rumah.”

“Kamu masih dendam dengan orang tuamu gegara Beliau tidak datang di acara pentingmu dulu?”

“Tidak, Buk.”

Tidak mungkin aku ceritakan yang sebenarnya. Aku tidak bisa. Mungkin belum bisa cerita sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar