Senin, 29 September 2014

Coretan Unyu

Katakan “Tidak” untuk Buruk Sangka
Oleh: Isnainy Muji S.

Pagi yang cerah. Secerah seragam yang kupakai pagi ini. Semangatku menggebu-gebu dan bahkan aku terlalu semangat sehingga jadi over semangat. Jatah untuk praktik mengajar hari ini. Ya, praktik PPL 1. Ketika namaku pertama kali disebut, seketika senam jantung ‘dag dig dug’. Dengan penuh kesiapan, akupun maju. Bismillah, ucapku dalam hati. Langkah kakiku menuntunku menuju meja yang membisu tepat di pojok ruangan kelas.
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi, semuanya!” sapaku.
“Wa’alaikum salam. Pagi, Bu.” jawab murid-murid serempak.
Ku hembuskan napas. Detak jantung yang berdegup kencang, perlahan mulai stabil dan normal. Kucoba tuk mengawali pembelajaran dengan berdoa bersama.
Aku pun mulai meraih laptop dan menyiapkan materi. Aku berusaha membuat suasana kelas siap untuk menerima pelajaran. Mula-mula kutampilkan gambar melalui OHP.
“Ada yang tahu ini gambar apa?” tanyaku.
“Gambar perempuan, Bu. Ada dua gadis, ada nenek, dan ada ibu,” jawab Nisa.
Semua murid tertawa karena Nisa dengan kepolosannya menjawab gambar yang kutampilkan. Akupun menghargainya meskipun belum sepenuhnya benar.
“Ada jawaban lain?” tanyaku kepada murid lain.
“Saya, Bu. Itu gambar Bawang Merah, Bawang Putih. Ibu Bawang Merah dan nenek,” jawab Rina.
Tepuk tangan riuh dari murid lain untuk Rina menambah suasana kelas aktif. Rina yang memang tergolong cerdas di kelas itu menjawab pertanyaanku dengan tepat.
“Tepat sekali, Rina. Jawaban kamu benar. Itu adalah gambar Bawang Merah, Bawang Putih, Ibu Bawang Merah, dan nenek,” tegasku.
Kuperhatikan satu persatu murid di kelas ini, nampak di pojok bangku paling belakang, murid laki-laki yang terlihat kurang semangat. Lumayan tampan. Dan wajahnya tak membosankan. Sempat dalam hati bertanya, apa dia tidak suka dengan cara mengajarku? Ataukah dia sedang ada masalah? Tapi entahlah. Akupun mencoba menghilangkan sangkaku. Kualihkan pandanganku ke OHP lagi. Aku pun melanjutkan ngajar.
“Ibu ingin kalian untuk berhitung,” pintaku.
Semua murid antusias untuk berhitung sesuai anjuranku. Dan berakhir nomor 17 murid laki-laki tadi, ternyata namanya Soni. Aku membagikan lembar cerpen beserta lembar pertanyaan kepada semua murid.
“Silakan kalian baca, kalian cermati cerpen yang telah ibu bagikan. Kemudian kerjakan soal-soalnya. Kalian yang menyebutkan nomor ganjil, silakan kerjakan soal bernomor ganjil. Dan bagi kalian yang menyebutkan nomor genap, silakan kerjakan soal bernomor genap. Bisa dimengerti?” perintahku.
“Bisa, Bu,” jawab mereka dengan kompak.
Semua murid mulai melakukan perintahku. Aku berusaha mendekati dan memeriksa mereka yang sedang asyik dengan lembar masing-masing. Langkahku berhenti tepat di samping kiri tempat duduk Soni. Murid satu ini beda dengan murid lainnya, kenapa ya? Ada apa ya? Tapi entahlah, aku tidak boleh gegabah mengambil simpulan.
“Bu, sudah selesai,” kata Rina membuyarkan sangkaku.
“Bagaimana yang lain, sudah selesai semua?” tanyaku.
“Sudah, Bu,” jawab mereka serempak.
“Baiklah, sekarang ibu menginginkan kalian untuk membentuk lingkaran. Silakan kalian yang tadi menyebutkan nomor ganjil membentuk lingkaran terlebih dahulu.   Menghadap keluar. Dan bagi kalian yang tadi menyebutkan nomor genap silahkan berada di sisi luar mereka.”
Semua murid berusaha dengan cepat melakukan apa yang aku perintahkan. Mereka berusaha melakukan apa yang aku inginkan. Senang sekali melihat mereka aktif dan membantu melancarkan proses pembelajaran.
“Kalian yang berada di lingkaran dalam, sampaikan informasi yang kalian peroleh kepada teman yang berada di hadapan kalian. Setelah selesai, kalian yang berada di lingkaran luar geser dua langkah ke kanan, dan sampaikan informasi yang kalian peroleh kepada teman yang berada di hadapan kalian,” tambahku.

Aku mulai mengawasi satu persatu murid yang sedang bertukar info. Hanya satu yang menjadi perhatian lebih, Soni, ya Soni. Kenapa dengan anak ini? Apakah aku membosankan? Apakah cara mengajarku? Kenapa? Apa yang harus aku lakukan? Ya memang tidak semua murid menyukaiku. Tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk membuat mereka tidak bosan dengan menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan, menurutku. Ya, menyenangkan menurutku, belum tentu menyenangkan untuk si Soni. Tapi tidak menjadi masalah buatku, malah aku berterimakasih kepada Soni walaupun tidak aku ucapkan secara langsung sih. Ia telah membuatku tertantang agar mengajar lebih baik lagi kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar